Tahun ini kembali saya merasa bangga menjadi
seorang pelaut. Bagaimana tidak, Ramadhan kali ini saya habiskan di
Lebanon. Kembali saya berkesempatan menjalani bulan suci di negeri orang,
sebuah kesempatan mempelajari budaya ramadhan masyarakat muslim luar negeri. Tahun lalu pun saya sempat menjalani puasa
di Portugal, di kapal perang Perancis dan sedikit di Paris. Tahun 2010 Ramadhan
saya jalani saat saya menimba ilmu di India. Subhanallah.
Saya beruntung
mengalami bulan Ramadhan di musim panas. Lebanon, walaupun negara Asia, tetap
saja mengalami empat musim. Dan di musim panas berarti siang adalah panjang.
Berpuasa kali ini saya jalani selama 16,5 jam lamanya. Sahur jam 3 pagi hingga
buka puasa jam 8 malam. Walaupun begitu lamanya, puasa lebih lama pernah saya
lakukan semasa saya di Lisbon dan di Paris tahun lalu. Saat itu buka puasa jam
10 malam, juga di musim panas.
Secara umum
tidak ada masalah dalam menu buka dan sahur. Hal ini karena saya tinggal di
dalam kapal perang Indonesia sehingga masakan-masakan yang disajikan masih
masakan tanah air. Kolak dan pisang goreng secara rutin masih saya konsumsi
sehari-hari. Bahkan menu nasi padang selalu tersedia untuk buka puasa di hari
Minggu.
Bosan dengan
rutinitas, sesekali saya mencoba untuk buka puasa di masjid setempat (di kota
Beirut). Perlu diketahui bahwa penduduk Lebanon tidak mayoritas muslim.
Penganut agama Nasrani kabarnya mencapai hampir setengah populasi Lebanon. Tak
heran, di Beirut, masjid tidak se-membludak di Indonesia. Di Indonesia, hampir
tiap 100 meter pasti kita temukan masjid ataupun mushola. Tidak demikian di
Beirut.
Paling dekat
dengan pelabuhan, masjid hanya ditemukan di kawasan Downtown. Downtown merupakan
kawasan pusat kota, tempat di mana penduduk Beirut menghabiskan malam. Berdiri tegak di kawasan Downtown masjid
agungnya Beirut : Masjid Hariri. Masjid
berkubah biru ini sangat indah, apalagi di malam hari. Birunya terlihat
menyala dikelilingi cahaya lampu kuning keemasan di bawahnya.
Namun saya belum
pernah berbuka puasa di Masjid Hariri. Saya hanya mengalami bersantap takjil di
masjid lain yang tak jauh dari Hariri, Masjid Al Omari namanya. Masjid
itu tak kalah indah dengan Hariri, walaupun ukurannya lebih kecil. Dari luar masjid itu mempunyai satu menara
dan dua kubah. Di malam hari lampu berwarna kuning membuat menara dan
kubah-kubah itu tampak menyala.
Berdasarkan sejarah, masjid Al Omari dulunya
adalah sebuah katedral yang dibangun pada masa Crusader St. John pada tahun
1113 – 1115 M. Setelahnya diubah peruntukannya menjadi masjid oleh Kesultanan
Mamluk pada tahun 1291 M. Sepintas
memang desain masjid ini lebih mirip katedral daripada tempat peribadatan umat
muslim. Pemerintah Lebanon patut diacungi jempol atas terjaganya bangunan
bersejarah ini sampai sekarang.
Masuk ke dalamnya sudah berjejer jamaah
sholat maghrib. Interiornya cukup indah, tembok-temboknya merupakan susunan
batu pualam. Terlihat alami dan terkesan adem. Ruangan utamanya berbentuk melingkar
tak bersudut. Sebagai penerangan berjejer melingkar lampu-lampu
tergantung di langit-langit. Lampu-lampu
tersebut menambah kesan antik ruangan masjid tersebut. Benar-benar eksotis.
Para (calon) jamaah sholat magrib itu sudah duduk
bersila di depan ta’jil dan makan malam. Mereka duduk bersila dengan rapi
sambil menunggu adzan maghrib. Saya yang datang bersama beberapa teman saya
ikut mengambil tempat yang masih tersisa. Masjid ini walaupun berukuran sedang
namun terlihat penuh oleh barisan orang-orang yang menunggu berbuka puasa
"Pasti setelah adzan langsung makan dulu baru sholat jamaah," pikir saya saat itu.
Setelah mengambil duduk, di hadapan saya
terpampang menu berbuka puasa. Makanan itu disajikan di atas piring plastik di
atas karpet yang sudah dialasi oleh plastik transparan. Menu hari itu adalah
ayam, nasi, sayuran semacam acar, sup kacang, dan saos putih khas makanan arab.
Untuk ta’jilnya sudah disediakan tiga jenis roti, tiga biji kurma dan segelas
air putih dingin. Turut melengkapi sajian tersebut adalah buah yang saya tak
tahu namanya, jus buah kotak dan susu botol kemasan. Benar-benar sajian yang
mewah untuk sebuah buka di masjid.
Allahu Akbar.. Allahu Akbar..
Takbir magrib pun berkumandang nyaring. Kami semua
segera menyantap ta’jil. Saya lihat sekeliling, sebagian besar dari mereka
memakan buah kurma terlebih dahulu. Berbeda dengan saya yang memilih
menyegarkan tenggorokan dengan segelas air dingin. Puas berta’jil terdengar
bunyi iqamat. Ternyata sholat magrib berjamaah tetap dilaksanakan sebelum makan
besar, tradisi yang sama dengan di Indonesia.
Saya heran, karena tidak ada ruang lagi untuk
sholat bersaf. Ruang utama sudah dipenuhi oleh makanan yang disajikan di atas
karpet. Ternyata sholat tetap dilaksanakan di sela-sela makanan tersebut.
Maksimal hanya bisa berdampingan dua orang sebelum dipotong oleh jejeran
makanan. Barisan sholat pada saat itu cenderung berbanjar.
Imam pun memulai sholat. Bacaannya terdengat
syahdu. Harumnya makanan di samping tak menyurutkan kekhusyukan sholat magrib
pada saat itu. Sholat tiga rakaat itu diselesaikan dalam waktu yang tidak
terlalu lama. Tidak ada bacaan panjang seperti yang selama ini saya kira.
Selesai sholat seluruh jamaah langsung menghadap
ke piring masing-masing. Tibalah saat berbuka puasa « sebenarnya »,
hehe… Mulut pun segera mencicipi rasa makan malam pada saat itu. Suapan pertama…
Ternyata rasa makanannya hambar, tidak berasa. Sebuah rasa khas masakan Arab
yang kurang rempah-rempah. Nasinya terasa « dingin ». Ayamnya berasa
tawar. Yang lumayan adalah sup kacangnya. Andai saja tadi membawa sedikit garam
dan saos tomat pasti lebih terasa nikmat.
Walau hambar tetap saja makanan itu habis semua.
Dan hasilnya perut terasa penuh, celana tiba-tiba menyempit. Terlihat beberapa
orang menambah nasi kepada petugas sambil membawa piring masing-masing. Untuk
saya cukup, tidak perlu menambah nasi. Mungkin beda kalau menunya nasi padang.
Selesai makan piring kotor dan sisa makanan ditinggal saj. Akan ada petugas
yang merapikannya. Saya pun keluar masjid setelah sebelumnya menyempatkan diri
untuk berfoto-foto.
Perjalanan selanjutnya adalah ke Masjid Hariri…
(bersambung)