dimanche 27 mai 2012

Melintas bujur 0 derajat


Samudera Atlantik Selatan,

Malam itu saya mendapat tugas jaga anjungan jam 20.00 sampai tengah malam. Di Angkatan Laut Perancis, jadwal jaganya tidak seperti di Indonesia yang rata 4 jam-an, yaitu jam 8 – 12, jam 12 – 4, dan jam 4 – 8. Di Perancis, jadwal  jaganya adalah 0800 – 1200, 1200 – 1400, 1400 – 1800, 1800 – 2000, 2000 – 2400, 0000 – 0400, dan 0400 – 0800. Terdapat dua kali Dogwatch (jam jaga selama dua jam), yang berada pada jam makan siang dan jam makan malam. Hal ini untuk memberikan kesempatan kepada personel untuk makan dan agar tidak ada yang meninggalkan penjagaan hanya untuk alasan makan.

Malam itu, selesai makan malam, saya sudah nongkrong di Ruang Jaga Mesin untuk menunggu Paga Anjungan yang akan jaga dengan saya. Memang sudah menjadi kewajiban bagi seluruh Paga di kapal perang Perancis untuk melaksanakan sedikit kunjungan ke Ruang Jaga Mesin, Ruang Kom dan PIT, sebagai referensi untuk masa penjagaan yang akan dilaksanakannya. Pukul 19.55 Sang Perwira Jaga datang ke ruang Jaga Mesin. Kami mendapat penjelasan dari Paga Mesin yang telah menempati penjagaan pada pukul 19.45 tentang kondisi peralatan-peralatan yang sedang beroperasi, mesin, DG, rencana perbaikan 4 jam ke depan dan lain-lainnya. Setelah puas mendapat penjelasan dari Paga Mesin, kami pun meluncur ke ruang Kom yang di sini disebut PC Telec.

Di PC Telec kami mendapat penjelasan dari jaga kom tentang situasi komunikasi yang sedang dilaksanakan, jaring komunikasi dengan Dixmude, berita-berita yang masuk, kondisi antena, dan lain sebagainya. Seperti di kapal perang mana saja, ruang kom di Georges Leygues juga tidak boleh dimasuki oleh sembarang orang. Hanya personel Divisi Komunikasi, Kadepops dan Komandan yang berhak masuk ke PC Telec. Maklum, karena Ruang Komunikasi adalah mulut dan telinga sebuah kapal perang manapun. Di sini seluruh lalu lintas berita yang sifatnya rahasia berlangsung. Puas berkunjung, kami pun melanjutkan ke tempat selanjutnya, PIT.

Pusat Infomasi Tempur, disingkat PIT, di Perancis namanya CO (Central Opération). Di sana kami menemui Paga PIT yang telah menempati penjagaan pada pukul 19.45. Di PIT kami mendapat penjelasan tentang latihan-latihan yang sedang dan akan dilaksanakan, posisi Gugus Tugas, situasi senjata, situasi derajat kesiagaan dan hal-hal lain yang berbau peperangan, termasuk peralatan-peralatan Radar, ESM yang sedang beroperasi.

Selesai dari PIT kami menuju ke anjungan, tempat saya berdiri selama 4 jam ke depan. Gelap kondisi pada saat itu, sesuatu yang normal karena cahaya dari anjungan dapat memantul dari kaca, yang mana akan menghalangi pandangan kita ke luar. Di sana seluruh personel jaga baru sudah menempati posisi pada pukul 19.45, hanya tinggal Paga Anjungan yang memang melaksanakan serah terima pada pukul 20.15. Personel jaga anjungan hanya terdapat satu orang kemudi, satu orang jaga throttle mesin, satu asisten Paga, dan dua orang pengawas yang berada di geladak isyarat. Praktis dan tidak banyak orang.

Setelah melaksanakan serah terima, kendali anjungan pun berada di pundak saya. Segala macam keselamatan yang berkaitan dengan navigasi menjadi tugas saya sebagai Paga Anjungan pada saat itu. Saat Paga Anjungan yang asli mengisi jurnal anjungan, saya pun member briefing kepada pengawas, jaga mesin dan PIT tentang kegiatan ke depan yang akan kami lalui selama penjagaan. Berbicara mengenai jurnal Paga,  pada saat kapal berlayar Paga Anjungan harus mengisi dua buah jurnal, jurnal navigasi dan jurnal geladak. Paga wajib mengisi sendiri dua jurnal tersebut pada awal dan akhir penjagaan. Di tengah-tengah penjagaan dilaksanakan oleh asisten paga. Bintara asisten Paga di sini tugasnya banyak sekali, mulai dari mengisi jurnal, siaran kapal, melaksanakan komunikasi taktis, pengibaran bendera, hingga isyarat lampu kalau diperlukan.  Beruntung dia tidak harus mengeplot posisi kapal di peta karena sudah menggunakan peta elektronik.

Malam itu kebetulan dilaksanakan latihan Manuver Pembekalan di Laut, yang mana kapal saya Georges Leygues bertindak sebagai kapal pemberi. Pembekalan di Laut atau dalam bahasa Inggrisnya Replenishment at Sea (RAS) adalah sebuah operasi yang dilaksanakan oleh dua buah kapal perang atau lebih, untuk melaksanakan transfer bahan bakar ataupun barang-barang lainnya dalam kondisi sedang berlayar di laut. Hal ini dilaksanakan untuk menambah endurance masa operasi kapal di laut. Karena biasanya kapal-kapal jenis frigate mempunyai daya tahan di laut selama 14 hari, sehingga apabila diperintahkan untuk berlayar selama satu bulan di laut dibutuhkan penambahan bahan bakar. Kapal pemberi bahan bakar biasanya adalah kapal jenis pengangkut bahan bakar, yang mempunyai kapasitas tangki bahan bakar sangat besar.

Malam itu kami hanya melaksanakan latihan pendekatan saja, yang mana kedua kapal diharuskan untuk berjalan beriringan dengan jarak cukup dekat, sejauh 50 meter, selama 15 menit. Menjadi cukup kompleks karena latihan pada saat itu dilaksanakan pada saat malam hari, pada saat kondisi penglihatan tidak seratus persen. Saat itu Dixmude yang mendekati kapal saya, sedangkan saya hanya memastikan kapal saya berjalan di haluan dan kecepatan yang telah ditentukan sebelumnya. Latihan dilaksanakan lengkap dengan pengiriman tali jarak, yaitu tali yang telah ditandai dengan lampu setiap 6 meter, untuk mengetahui jarak sebenarnya di antara kedua kapal. Latihan pada malam itu berjalan selama satu jam, dan Alhamdulillah berjalan dengan aman. Latihan seperti ini dilaksanakan dua kali sehari, siang dan malam,dan manuver pendekatan dilaksanakan secara bergantian oleh para Kadet, dengan didampingi oleh Perwira Navigasi tentunya. Komandan juga hadir di anjungan, untuk memastikan keamanan kapal.

Setelah selesai latihan Pembekalan di Laut, suasanan anjungan yang mendadak ramai kembali hening. Tak lama kemudian, pada pukul 22.30 Komandan kembali naik ke anjungan. Kali ini untuk menuliskan Perintah Malam. Perintah Malam Komandan dituliskan langsung oleh Komandan di Jurnal Navigasi. Setelah Komandan menuliskan Perintah Malamnya, saya pun membacanya dengan keras, untuk memastikan bahwa Perintah Malam Komandan telah dimengerti oleh Perwira Jaga anjungan. Setelah itu saya pun menghubungi PIT dan Perwira Jaga Mesin dan kembali membacakan Perintah Malam tersebut.  Setelah dimengerti dan diterima oleh kedua Paga lainnya, Komandan pun meninggalkan anjungan untuk beristirahat.

Suasana pun kembali hening, hingga tak sengaja saya melihat ke GPS. Yah, ternyata posisi saya pada saat itu berada di meridian 0 derajat. Sebuah garis maya yang menjadi patokan penentuan waktu di seluruh dunia. Lengkap sudah saya alami, berada di garis equator 0 derajat (khatulistiwa) dan sekarang di meridian 0 derajat. Kapal pun melaju dengan tenangnya di Samudera Atlantik Selatan, menuju Rio de Janeiro, yang terletak di satu-satunya benua yang belum saya singgahi, Benua Amerika.

jeudi 17 mai 2012

Menemukan harta karun di Cape Town

Cape Town,

Jauh dari tanah air, salah satu yang dirindukan seseorang adalah makanan. Seenak apapun makanan di tempat baru, pasti belum bisa mengobati kerinduan pada makanan asal tanah air. Hal ini pun terjadi pada saya, yang sudah meninggalkan tanah air tercinta kurang lebih 104 hari lamanya. Walaupun makanan yang saya makan sehari-hari boleh dibilang lebih enak dan lebih hygienis daripada makanan di rumah, tetap saja itu semua tidak bisa menggantikan nikmatnya makanan asal. Mungkin karena otak kita sejak kecil sudah terpogram bahwa sego pecel itu enak, akhirnya hal itu terpendam di alam bawah sandar kita.

Selama persinggahan saya, tidak pernah saya menjumpai ada restoran Indonesia. Paling banter yang saya jumpai adalah restoran Cina, dengan citarasa yang mendekati masakan Cina di Indonesia. Hal itulah yang selalu saya cari ketika sandar, restoran Cina. Namun ketika sandar di Beirut, saya menemukan restoran Philiphina dengan masakan khasnya : sotong asam manis. Langsung saja saya pesan menu tersebut dan saya santap tanpa pikir panjang dengan porsi nasi segunung. Di Beirut juga saya sempat membeli Indomie dalam kemasan gelas sebanyak dua kardus untuk bekal selama di kapal. Setelah itu kami singgah di Djibouti, Mombassa dan La Reunion. Di Djibouti dan La Reunion saya tidak menemukan ada supermarket yang menjual indomie. Di Mombassa saya sempat menemukan sebuah pusat perbelanjaan yang menjual indomie, tapi tidak dalam bentuk gelas. Akhirnya saya tidak jadi membelinya karena alasan kepraktisan.

Dari La Reunion, kami berlayar menuju Cape Town. Perjalanan yang panjang dari Beirut membuat stok indomie saya semakin menipis. Akhirnya saya mencoba peruntungan untuk mencari referensi tempat orang menjual indomie di Cape Town melalui internet. Setelah beberapa saat mencari dengan bantuan Mbah Google, saya temukan juga blog yang bercerita tentang tempat membeli indomie. Saya catat alamat beserta nomor teleponnya.

Pada saat berada di Cape Town saya segera mencari tempat tersebut. Sebenarnya dari pelabuhan tempat kapal saya bersandar, tempat yang dimaksud cukup jauh. Namun untungnya kami disediakan shuttle oleh pihak kapal sebagai sarana transportasi untuk menuju Water Front, sebuah kawasan keramaian di Cape Town. Pagi-pagi jam delapan pagi saya sudah berangkat naik shuttle tersebut, dan saya satu-satunya penumpang yang ada dalam mobil tersebut, karena jam 8 pagi bagi orang Perancis masih waktu shubuh.

Tempat yang dimaksud berada di daerah Sea Point, tak jauh dari Water Front. Beruntung saya pada waktu itu karena sopir shuttle tersebut bersedia mengantarkan saya hingga ke kawasan Green Point, yang notabenenya lebih dekat ke Sea Point. Dari kawasan Green Point saya mencegat sebuah bemo berbentuk minibus untuk menuju ke tempat yang saya cari. Sesampai di kawasan yang dimaksud segera saya turun dari “bemo” tersebut setelah sebelumnya membayar 4,5 rand atau sekitar 5000 rupiah.

Setelah mencari-cari dengan bertanya-tanya selama kurang lebih 15 menit, sampailah saya ke tempat yang saya cari-cari. Ternyata tempat itu berwujud sebuah toko kecil yang bernama New Asian Spice  Supermarket, beralamat di 186 Main Road, Sea Point, Cape Town. Bagi yang membutuhkan nomor teleponnya, dapat menghubungi di +27214340598. Tampaknya saya datang tepat waktu karena toko itu ternyata baru buka pukul 9 pagi. Di sana tidak menyediakan indomie kemasan gelas. Namun saya putuskan untuk membeli karena saya perkirakan akan sulit untuk menemukan indomie di Rio de Janeiro, Abidjan ataupun Dakkar. Satu bungkusnya dihargai 4 rand atau sekitar 4.400 rupiah. Sayangnya hanya tersedia dua rasa di sana, mie goreng dan kaldu ayam. Saya pun membeli sebungkus berisikan setengah goreng dan setengah sisanya kaldu ayam.

Puas membeli dan membayar saya pun bergegas kembali ke kapal untuk menyimpan harta karun saya itu. Pulangnya saya tidak menggunakan bemo yang sama dengan arah sebaliknya. Saya memilih untuk mencoba bis “Golden Arrow” yang turun tepat di depan tempat penjemputan shuttle saya.

Dari Main Road saya berjalan kaki ke Beach Road untuk menunggu di halte bis yang tersedia. Halte bisnya cukup keren dengan pemandangan ombak lautan yang berdebut kencang. Lima belas menit menunggu bisnya pun tiba. Segera saya naik dan membayar 8 rand atau sekitar 8.800 rupiah untuk menuju ke kawasan Water Front.

Mungkin ada yang penasaran bagaimana cara saya memasak mie instan di kapal ? Karena memang saya tidak dapat mengakses kompor di kapal. Beruntung saya pernah menimba ilmu selama 4 tahun di Bumi Moro. Ilmu ngecop pun saya terapkan. Dengan bantuan sebuah gelas plastik berwarna oranye, bungkus indomie tadi saya masukkan ke dalam gelas untuk kemudian disiram air panas (untungnya di kapal tersedia heater). Didiamkan selama 3 menit, siaplah indomie tersebut untuk disantap. Praktis, walaupun tidak sehat. Namun masih bisa dimaklumi karena saya dalam situasi “survival”.

Nilai moral dari cerita di atas : bangga sebagai bangsa Indonesia karena ternyata Indomie sudah melanglang buana hingga Libanon, Kenya dan terakhir Afrika Selatan.

mardi 15 mai 2012

Etape ke-5, La Reunion - Cape Town

Samudera Indonesia,
Pelayaran etape ke-5 ini bagi saya sudah mulai membosankan, atau lebih tepatnya jenuh. Kejenuhan adalah sebuah hal yang wajar dialami pada saat berlayar, terutama di periode pertengahan. Itu pula yang kerap terjadi jika berlayar di Indonesia. Dengan masa operasi rata-rata 3 bulan, rasa jenuh terasa membebani saat masuk bulan ke-2. Namun, sering kali kejenuhan itu terusir saat kita melaksanakan sandar di kota-kota tertentu.
Di EAOM ini kami berlayar selama lima bulan dengan tempat sandar sebanyak sepuluh kali, yaitu Beirut, Djibouti, Mombassa, La Reunion, Cape Town, Rio de Janeiro, Abidjan, Dakkar, Lisbon dan terakhir finish di Brest. Dan saya menulis ini pada saat pelayaran dari La Reunion ke Cape Town, yang mana kota persinggahan ke-5 yang berarti hampir setengah perjalanan sudah saya lalui.
Di etape ke-5 kelompok saya dijejali dengan pelajaran Bahasa Inggris dan juga materi pelajaran dan pelatihan VBSS (Visit, Board, Search and Seizure), yaitu pelatihan tentang apa-apa yang seharusnya dilakukan oleh sebuah tim pemeriksa, hukum legalnya, latihan menembak, termasuk juga bela dirinya. Yang terakhir ini yang paling melelahkan menurut saya. Bagaimana tidak, setiap dua hari sekali kami mendapat pelatihan bela diri kunci-mengunci, dan juga banting-membanting yang membuat diri ini pegal-pegal. Yang mengesankan tentunya pada saat menembak. Mulai dari meriam kaliber 12,7 mm, shotgun, hingga pistol sudah saya rasakan selama etape ini.
Namun seperti yang saya tulis sebelumnya, berada dalam rutinitas yang sama untuk jangka waktu yang lama sangat membosankan. Sebenarnya bisa disisiati karena di sini tersedia ruang rekreasi yang berisi Wii dengan Mario Kartnya. Juga ada macam-macam permainan seperti Uno, Trivia, catur, kartu remi, monopoli, poker, dan juga dua buah rak buku penuh dengan buku-buku yang menggiurkan untuk dilahap habis. Namun, karena (kebetulan) di etape ini kami akan menghadapi sebuah Quiz yang harus dipersiapkan, rasanya lebih bijak untuk menghabiskan waktu setelah makan malam dengan duduk manis di ruang kelas.
Untuk lebih mempermudah membayangkan kegiatan kami selama pelayaran, saya akan sedikit merunut rutinitas harian yang saya lakukan selama onboard di Dixmude.
7.00, bangun pagi.
Hal pertama yang paling malas untuk dilakukan setiap hari. Empuknya kasur dan hangatnya selimut menambah berat mata ini. Untungnya satu atau setengah jam sebelumnya saya sudah bangun untuk menunaikan sholat Subuh yang membuat diri ini segar tersiram air wudhu. Bangun pagi ditandai oleh bunyi terompet dari siaran kapal, disusul dengan sepotong musik yang diputar dari anjungan selama 15 menit yang bertujuan untuk meyakinkan kepada seluruh penghuni kapal ini bahwa terompet yang didengar tadi adalah serius.
Bagaimana dengan mandi pagi ? Selama satu bulan pertama di kapal saya masih setia untuk melaksanakan ritual wajib yang ini. Tapi menginjak bulan ke-2 rasanya malas sekali untuk mandi, selain karena waktu yang sempit, juga karena kamar mandi digunakan bersama untuk enam orang, yang membuat ritual mandi menjadi tidak nyaman karena harus berbagi. Berbagi dalam arti satu orang mandi di pancuran yang dikelilingi oleh sebuah tirai, dan satu (atau beberapa) yang lain menggunakan wastafel untuk bercukur. Ahirnya, kegiatan bercukur menjadi rutinitas karena lebih praktis. Mandi pagi hanya dilaksanakan setelah kegiatan olahraga (kalau ada), sekitar jam 10.30.
7.15, sarapan.
Setelah bercukur, ganti baju, dan segera beranjak ke ruang makan yang terletak di geladak nomor 5. Kamar saya berada di geladak nomor 3, yang berarti saya harus naik 2 lantai untuk mencapai ruang makan. Menu sarapan dari mulai pertama tolak hingga hari ini adalah sama : dua potong baguette, dua buah selai, antara selai nanas atau coklat nutella, semangkok corn flake lengkap dengan susu segarnya, dan segelas jus jeruk. Kalau beruntung, kadang-kadang ada tambahan roti croissant atau roti jenis lainnya. Cukup 10 menit untuk menghabiskan sarapan.
7.30, cek email.
Rutinitas yang tidak boleh ditinggalkan dan sangat ditunggu-tunggu. Apalagi kalau bukan membaca email dari istri tercinta dengan berharap menerima kiriman foto atau video anak tercinta. Kalau masih ada waktu menyempatkan diri untuk membuka detiksport, agar tidak ketinggalan berita bola terkini. Utamanya berita yang menyangkut MU atau Real Madrid.
8.00, apel pagi.
Layaknya militer, apel pagi adalah ritual yang tidak boleh ditinggalkan. Ada dua jenis apel pagi di Dixmude : apel gabungan dan apel divisi. Apel gabungan hanya dilaksanakan kalau ada informasi penting yang harus disampaikan kepada seluruh personel. Apel gabungan ini dilaksanakan di HVS (Hangar Vehicule Supérieur/ Hangar Kendaraan Atas) yang terletak di geladak 5. Kebanyakan apel dilaksanakan per divisi, yang dilaksanakan di sektor masing-masing. Periode ini saya berada di Divisi MB yang melaksanakan apel di geladak nomor 2. Yang menarik dalam apel di Angkatan Laut Perancis adalah adanya tradisi jabat tangan sebelum apel. Layaknya idul fitri, seluruh personel di Divisi berjajar dan menerima jabat tangan dari mereka yang baru dating. Paling enak kalau datang pertama, karena tidak perlu berkeliling untuk menyalami yang lain. Apel divisi sangat singkat, hanya 3 menit, lebih lama ritual jabat tangannya malah.
8.15, pembersihan umum.
Seluruh personel di kapal diberikan tanggung jawab sektor pembersihan. Pembersihan dilaksanakan setiap pagi dengan didahului oleh siaran kapal dari anjungan. Untuk saya, pembersihan saya lakukan hanya pada tanggal ganjil, bertempat di ruang kelas nomor 1.
8.40 – 12.30 , kegiatan pagi hari.
Untuk para kadet (yang mana saya termasuk di dalamnya), kegiatan pagi hari diisi dengan pelajaran, baik itu teori, praktek ataupun olahraga. Satu jam pelajaran adalah 55 menit dan dilaksanakan secara maraton hingga makan siang. Pada etape ke-5 kegiatan pagi saya antara Bahasa Inggris, Beladiri militer, latihan menembak, atau latihan tim pemeriksa (VBSS). Kadang-kadan ada juga kegiatan latihan Peran Kebakaran ataupun latihan-latihan peran yang lain yang harus diikuti oleh seluruh kadet. Namun kadang ada juga jam pelajaran kosong yang -tentu saja- saya gunakan untuk berhubungan dengan dunia luar lewat internet. Kegiatan kelas ini dilaksanakan di geladak 4.
12.30, makan siang.
Salah satu kegiatan yang menarik. Menu yang disajikan bervariasi, namun pada umumnya adalah menu eropa. Yang paling sering keluar adalah menu steak. Namun steaknya jangan dibayangkan seperti Bon Café ataupun Steak Hut. Daging sapi yang disajikan (pasti) setengah matang dan berasa hambar. Untuk itu harus dipanaskan terlebih di microwave selama 2 menit.
Perancis terkenal dengan makanannya. Dan ini berlaku juga di kapal. Menu lengkap selalu tersedia, mulai makanan pembuka (entrée), menu utama (plat principal) hingga penutup (dessert). Makanan pembuka seringnya adalah salad. Paling senang kalau ada foie gras, salmon atau siomay. Menu utama kadang steak, spaghetti, kuskus (makanan arab), nasi putih, ayam ataupun ikan. Paling tidak berselera makan kalau menu utamanya adalah ikan, karena tidak berbumbu dan dengan saos yang berkeju.
Walaupun orang Perancis terkenal dengan tradisi makan yang lama, namun itu tidak berlaku buat saya. Makan siang cukup 15 menit, demi mengejar acara wajib di siang hari : tidur siang.
12.40 – 13.20, tidur siang.
Acara wajib di siang hari, mengisi ulang energi untuk digunakan pada kegiatan sore hari. Walaupun hanya satu jam, namun cukup juga untuk meredakan ketegangan di badan. Satu-satunya periode waktu yang legal untuk beristirahat. Juga menyempatkan diri untuk melaksanakan sholat dhuhur dan ashar di periode waktu ini.
13.30 – 18.00, kegiatan siang hari.
Masih dengan pelajaran dan kegiatan yang telah diprogramkan. Sangat membosankan, karena diselingi dengan acara menahan kantuk, terutama kalau tidak sempat tidur siang. Dua jam pertama diisi dengan kegiatan integrasi di Divisi MB, entah itu menempel tanda-tanda pipa, jalan-jalan ke sektor-sektor di bawah divisi MB dan kegiatan lainnya yang “ada saja”. Kalau ada jam pelajaran kosong, tak lupa menyempatkan diri untuk membuka internet.
18.30, Briefing harian.
Tradisi baik di Angkatan Laut Perancis, sebuah briefing harian yang dihadiri oleh Komandan kapal dan disajikan oleh para kadet. Briefing ini dilaksanakan di ruang konferensi, di depan sekitar 200-an orang. Yang dipaparkan mencakup ramalan cuaca hingga dua hari ke depan, situasi intelijen, kegiatan hari ini yang telah dilaksanakan, rencana kegiatan besok, situasi permesinan dan logistik, dan ditutup dengan berita-berita terkini. Setelah itu dilanjutkan dengan paparan oleh kadet yang dilaksanakan secara bergiliran, dengan materi-materi politik terkini seperti : Amerika dalam hubungan India – Pakistan, Pengaruh Cina di Negara-negara Afrika, dan topik-topik politik menarik lainnya. Tujuannya untuk mengasah daya analisis para kadet. Acara briefing biasanya berakhir pada pukul 19.30.
19.30, makan malam.
Sama dengan makan siang, formasi entrée – plat principal – dessert-nya membuat penasaran. Ditambah dengan perut yang sudah krucuk-krucuk, apapun menunya pasti habis. Namun kali ini tidak harus makan dengan terburu-buru karena sudah tidak ada kegiatan lagi yang harus diikuti.
20.00, waktu bebas.
Kalau tidak ada kegiatan biasanya setelah makan malam nongkrong di ruang rekreasi untuk sekedar menikmati kopi panas atau minuman kaleng seharga 50 sen. Kalau beruntung bisa kebagian stick Mario kart, itu pun pasti kalah, jadi lebih baik cari kesibukan lainnya. Paling sering setelah makan malam langsung pergi ke ruang internet, cek email, cari kabar anak istri dan keluarga di Surabaya. Kalau internet penuh (karena hanya lima komputer) biasanya langsung ke kamar. Untung saya masih punya segudang film hasil download dari India yang masih belum sempat ditonton.
21.30, mandi malam.
Yah, ini baru mandi yang benar-benar rutin dilakukan. Siraman air hangat seolah menyegarkan kembali badan ini selepas aktifitas seharian penuh. Rata-rata semua teman-teman saya melaksanakan mandi sebelum tidur malam. Ternyata memang nikmat sekali rasanya, badan segar, tidur pun harum.
24.00, tidur.
Saatnya mengucap selamat malam, dan tersenyum karena keesokan harinya berarti waktu berkurang satu hari lagi, yang berarti semakin dekat menuju 25 Juli.

mercredi 2 mai 2012

Contoh email dari seorang suami yang merindukan anak istrinya


La Reunion, 3 Mei dini hari

Dear mimom,


Assalamualaikum wr. wb.

Pip hari ini capek sekali, tapi seruuuu… :)

Yang pertama karena bisa denger Axelle panggil-panggil papa, dikiss bolak-balik dan denger suaranya mimom. Yang kedua karena pip mengalami pengalaman seru kali ini : KESASAR !

Pip kan pulangnya jalan kaki dari pusat kota ke pelabuhan, tapi pip hilang orientasi arah. Pip muter jauuuhhh sekali, pokoknya pip patokannya laut itu harus berada di sebelah kiri pipop, karena tadi berangkatnya laut ada di sebelah kanan. Dan celakanya, pip gak tau nama pelabuhannya, karena di sini ada dua pelabuhan : pelabuhan barat dan timur. Ini semua gara-gara pip berangkatnya diantar.

Jadi pip berangkat dari pelabuhan timur tempat Dixmude sandar menuju ke pusat kota. Pip turun di sana, terus pip kan sempat mampir ke Georges Leygues buat ambil hapenya pip yang ketinggalan. Georges Leygues tuh sandarnya di Lanal, jauh ama Dixmude, tapi lebih deket pusat kota. Habis itu pip internetan.

Pulang internet, pip liat laut di samping kanan pipop, pip langsung aja ambil patokan laut ada di kiri. Tapi begitu laut ada di kirinya pipop, pip gak yakin, soalnya jalannya bener-bener lain ama yang pip laluin waktu berangkat tadinya. Akhirnya pip balik, laut ada di kanan pipop. Udah jalan setengah jam lamanya, pip ragu-ragu, pip yakin kalau laut harus ada di sisi kiri. Akhirnya pip balik lagi ke pusat kota, untuk tanya jalan. Pip tanya di mana ketemu pelabuhan, ditunjukin ama orang jalannya, seperti yang pip lalui tadi sebelum ragu-ragu. Pip tanya apa nama pelabuhannya ? Dia jawab pelabuhan barat. Waktu itu pip belum tahu nama pelabuhannya Dixmude. Akhirnya pip jalan jauuuhhh… ada satu jam-an. Kok jalannya bukan kayak yang pip berangkat tadi ya ? Tapi laut bener ada di sebelah kirinya pipop. Pip tanya orang lagi yang sedang lari sore. Katanya bener, terus aja, kurang satu km lagi ada pelabuhan. Pip jalan terus sampai ke pelabuhan barat. Begitu sampai di gerbang pelabuhan, ternyata pelabuhannya beda !!!

Pip mulai panik, tanya orang lain lagi di pelabuhan. Pip tanya : apa ada kapal perang Perancis yang sandar di sini. Dia jawab ada, baru sandar tiga harian. BINGO ! itu dia yang pip cari. Pip jalan terus, 1,5 km jauhnya. Tiba-tiba pip liat sebuah kapal perang Perancis, yang langsung bikin pip lemes. Pip lihat Georges Leygues !!! Gila, jadi ceritanya pip itu muter. Dan untuk ke pelabuhan timur pip tahu itu masih jauh lagi. Mana waktu itu udah jam lima sore. Mana jam 18.30 harus ke Dixmude buat jadi guide tamu cocktail party. Pusiiingg… Mau cari taxi harus balik jalan ke pusat kota, dan itu jauh. Dan kaki pipop udah lecet-lecet gara-gara cuman pake sandal jepit karet. Nyesel tadi kenapa gak pake sepatu.

Untungnya pip punya ide. Karena ada cocktail di Dixmude, pastinya bakal ada pengantaran buat personel Georges Leygues ke Dixmude. Akhirnya pip nekat masuk ke penjagaan pelabuhannya Georges Leygues. Mana nama pipop gak ada di daftar penjaganya lagi, untung orangnya baik, pip dibolehin masuk. Pip tanya penjagaan, jam berapa berangkat ke Georges Leygues ? Dia jawab jam 18.30. Huftt.. lega… akhirnya pip tunggu satu jam dan berangkat dengan tenue aneh sendiri karena yang lain pada pake PDH khusus. Untung ini di Perancis, kalau di Indonesia bisa “kecelakaan”.

Dan pipop pun sampai di Dixmude dengan “hanya” terlambat 10 menit. Tanpa mandi, tanpa cuci tangan, langsung ganti PDH khusus, lari ke penjagaan, jadi guide tamu, dan ikut cocktail party dengan badan gatal-gatal dan lengket-lengket.

Sekian cerita pengalaman pipop hari ini. Oh ya, tadi pip udah kirim kartu pos dari sini lho. Besok mau berpetualang sendirian lagi ke Saint Denis, ibukotanya La Reunion. Semoga gak nyasar lagi ya.

Wassalamualaikum wr. wb.

National Character

La Reunion,
-Tulisan di bawah ini bukanlah ditujukan untuk mengagung-agungkan bangsa lain, namun hanya untuk sekedar mengingatkan kita semua akan arti pentingnya sebuah karakter nasional.-
Masih tentang cerita saya di etape ke-3 bersama BPC Dixmude dalam Mission Jeanne d’Arc. Setelah kurang lebih dua bulan, akhirnya saya benar-benar menemukan pelajaran favorit saya, Bahasa Inggris ! Ya, Bahasa Inggris.
Ada dua alasan di balik kesenangan saya tersebut. Yang pertama adalah di pelajaran Bahasa Inggris ini saya benar-benar dapat menangkap materi yang diajarkan hingga mendekati 90 persen. Walaupun saya belum bisa lancar berbicara dalam Bahasa Inggris, namun paling tidak saya masih bisa mengerti kalau ada seseorang yang berbicara dalam bahasa nomor satu dunia ini.
Yang kedua adalah karena suasana belajar yang lucu. Selalu saja ada tawa dalam setiap pelajaran Bahasa Inggris di Dixmude. Lucu karena teman-teman saya, para Kadet Perancis, tidak ada yang serius dalam pelajaran yang satu ini. Entah kenapa, mereka seakan enggan untuk serius mendalami Bahasa Inggris. Sebenarnya mereka bisa, bahkan lebih fasih dibanding kita, tapi ya itu tadi, karena tidak serius jadinya semakin parah. Oleh karena itu dirasa penting membekali para calon perwira Angkatan Laut Perancis tersebut dengan Bahasa Inggris.
Sebenarnya ada dua dosen yang mengajar kami Bahasa Inggris, satu dosen Perancis dan satu orang dari Angkatan Laut Amerika. Suasana menjadi hidup tatkala Adama, dosen perempuan Perancis mengajar kami. Pernah suatu hari kami diberi tugas paparan tentang tempat-tempat persinggahan kami selama misi ini, tugas per kelompok. Pada saat kelompok yang memaparkan tentang Rio de Janeiro, mereka bukannya paparan tentang kota, malah berbicara mengenai prostitusi di kota Rio, tentang bahaya penularan HIV melalui kolam renang, disertai dengan gerakan tubuh yang erotis. Dan yang semakin membuat lucu adalah mereka memaparkan dengan logat khas Cinta Laura.
Pernah juga suatu hari waktu pelajaran listening, kami diminta untuk mendengarkan rekaman untuk mengisi ruang kosong di script yang kami pegang masing-masing. Rekaman yang kami dengarkan tersebut adalah suara Adama, sang dosen yang berasal dari La Reunion, yang direkamnya sendiri untuk disajikan kepada murid-muridnya. Dan hasil rekamannya sudah bisa diduga : suaranya “medok” Perancis dengan masih terdapat beberapa kesalahan pelafalan. Setelah mendengar dua kali dia menunjuk salah satu dari kami untuk membaca ulang script tersebut, tentunya yang sudah dilengkapi selama dua kali mendengarkan. Clement, teman saya satu grup mendapat giliran pertama, dengan gagah beraninya membaca dengan menirukan gaya bicara sang dosen, lengkap dengan kesalahan pengucapan seperti yang kami dengar. Kontan saja Adama langsung “menyala”.
“Do you think my English is bad? If you don’t like to study English with me you can leave this class right now !!” Sulut Adama dengan nada tinggi, tentunya dengan logat medok Perancisnya.
Dan, bukannya diam patuh, mereka yang lain malah terdengar tertawa tertahan di belakang, termasuk saya. Hehe…
Orang Perancis memang terkenal tidak suka dengan orang Inggris. Menurut Clement teman saya, karena mereka pernah berperang selama berabad-abad dengan orang Inggris. Mereka baru bersekutu pada saat Perang Dunia. Walaupun Bahasa Inggris diajarkan di sekolah, tetap saja sedikit kemajuan yang mereka dapatkan, kurang lebih sama seperti di Indonesia.
Salah satu penyebabnya adalah karena mereka terlalu cinta dengan bahasa mereka. Mereka tak canggung menyebut mouse komputer dengan kata souris. Souris sendiri berarti tikus. Hal yang sangat berkebalikan dengan kita yang akan terasa sangat canggung bila mendengar kata “tetikus” ataupun “peretas” untuk hacker. Selain itu, saat kita menonton film di bioskop-bioskop Perancis, jangan harap bisa mendengar suara asli Tom Cruise ataupun Angelina Jolie. Seluruh film Hollywood sudah dialihbahasakan ke dalam Bahasa Perancis. Bahkan mereka tak segan untuk mengganti judul filmnya. Kalau mereka ditanya film yang berjudul The Hurt Locker, pasti sedikit orang yang nyambung, karena mereka tahunya film yang dimaksud berjudul Démineur, yang artinya penjinak ranjau. Hal ini sampai “diprotes” oleh guru Amerika kami.  
Dari sini paling tidak kita dapat melihat sebuah karakter dari sebuah bangsa yang besar. Yang mana bisa kita lihat juga pada Negara Rusia, Cina, dan juga Jepang. Walaupun Bahasa Inggris memang menjadi bahasa internasional sekarang ini, namun mereka masih dengan bangga menggunakan bahasa mereka, lengkap dengan tulisan khas mereka masing-masing. Oh ya, seluruh keyboard komputer di Perancis bukannya QWERTY, melainkan AZERTY.
Jadi teringat para tokoh-tokoh pergerakan kita di tahun 1928. Beliau-beliau telah berhasil membuat Bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional. Yang mana akhirnya digencarkan oleh Presiden Soekarno di jaman kekuasaannya. Kalau dipikir-pikir sungguh tak mudah membuat orang Papua, yang terpisah ratusan kilometer dari Sumatera, bisa berbahasa Indonesia yang berumpun Bahasa Melayu. Bahkan Timor-timur pun yang baru bergabung tahun 75-an sangat fasih berbahasa Indonesia. Hal itu karena saya punya teman dari Timor Leste sewaktu belajar di India yang masih dengan bangga berbahasa Indonesia.
Jadi ingat pidato Bung Karno pada peristiwa Ganyang Malaysia. Beliau dengan bangganya menyebut kalau Indonesia itu mengajarkan “berdikari” pada dunia. Indonesia punya konsepsi yang bisa disumbangkan kepada dunia, yaitu Pancasila. Beliau juga dengan sukses menggelar Konferensi Asia Afrika, yang sukses menginspirasi Negara-negara lain untuk merdeka. Benar-benar seorang pemimpin yang berkarakter, dari sebuah Negara baru yang mempunyai karakter.
Sekarang, untuk mencari bahasa Indonesia dari keyboard saja saya kesulitan. Dulu kita bisa mempunyai kata PBB untuk menyebut UN, seperti Perancis dengan ONUnya. Namun sekarang, kita akan kesulitan untuk mencari padanan kata dari IMF misalnya. Padahal Perancis dengan mudahnya menyebut IMF dengan FMI (fonds monétaire international). Di sisi Angkatan Laut, kita mempunyai istilah AKS (Antikapal Selam), PKR (Perusak Kawal Rudal), dll, karena istilah-istilah tersebut diciptakan di masa lampau. Sekarang kami akan dengan senang hati menggunakan istilah LPD (Landing Platform Dock) tanpa perlu bersusah payah mencari padanan kata dalam Bahasa Indonesia. Di sini terlihat jelas, kalau generasi pendahulu kita sangat bangga dengan Bahasa Indonesia, karena mereka-mereka itu orang-orang yang berkarakter.
Selain moral, seperti yang saya singgung di tulisan saya sebelum ini, tampaknya karakter nasional menjadi salah faktor yang tidak kalah pentingnya. Karena sungguh, kalau kita ingin menguasai dunia kita tidak boleh lupa dengan asal kita. Kita tidak boleh malu untuk memperkenalkan apa yang kita punya. Karena malu berarti tidak punya karakter. Dan tidak punya karakter berarti gampang untuk dijajah, mudah dijejali paham-paham luar yang belum tentu cocok untuk bangsa kita.
Masih banyak memang yang harus kita benahi, namun itu tak terus membuat kita kecil hati. Kiamat masih lama, masih ada waktu untuk menguasai dunia. Asal mau memperbaiki diri, dimulai dari sendiri, tidak ada kata tidak mungkin.
If I die tomorrow
I’d be all right because I believe
That after we’re gone
Spirit carries on

mardi 1 mai 2012

Pelajaran moral dari sebuah Quiz

La Reunion,
Setelah dua minggu bergelut dengan kegiatan dan praktek jaga, barulah sekarang ada waktu luang untuk menyambung cerita “petualangan” saya ini.  Bagaimana tidak sibuk, pada etape ke-3, tepatnya dari Djibouti ke Mombassa, kami semua disibukkan dengan padatnya jadwal belajar. Semakin menjadi sibuk di akhir pelayaran karena ternyata di etape tersebut kami harus menempuh “sedikit” evaluasi berupa Quiz.
Pelajaran yang diujikan pun bukan main-main, ada sekitar empat pelajaran di mana 60 persen di antaranya saya tidak mengerti sama sekali. Salah satu pelajaran yang tidak saya mengerti adalah pelajaran tentang kepersonaliaan di Angkatan Laut Perancis, yang mana sebenarnya tidak akan saya gunakan di Indonesia. Karena pada saat kursus saya cenderung menyepelekan pelajaran tersebut, akhirnya selama empat hari sebelum quiz saya harus melembur mengejar ketertinggalan saya.
Selama empat hari itu pula saya jadi pengunjung tetap ruang kelas yang saya jarang sekali mengunjunginya pada malam hari selesai makan malam. Suasana ujian di sini memang benar-benar terasa. Ruang kelas yang biasanya lengang pada malam hari mendadak penuh sesak oleh para Kadet yang sedang belajar. Maklum, karena hasil ujian yang mereka dapatkan akan sangat berpengaruh bagi penempatan mereka. Dan, pada malam terakhir sebelum ujian itu saya mencatatkan diri sebagai orang terakhir yang berada di salah satu kelas dari empat kelas yang tersedia di zone état-major (ZEM).
ZEM sebenarnya adalah sebuah ruang Pos Komando yang digunakan untuk merencanakan dan menjalankan sebuah operasi, baik itu operasi intern angkatan perang Perancis maupun operasi di tingkat NATO. Dengan luas area sebesar  850 meter persegi, untuk kepentingan EAOM ini disulap menjadi sebuah ruang konferensi yang biasa digunakan sebagai kelas gabungan, empat buah kelas dengan kapasitas masing-masing 20 siswa dan sebuah ruang komputer.
Di ruang komputer inilah sebenarnya pusat tempat belajar para Kadet. Karena ruang komputer ini sangat sensitif terhadap sirkulasi pertukaran data, ruang ini dibedakan menjadi empat area berdasarkan tingkat kerahasiaan data. Area pertama adalah area terbuka, terdiri dari lima buah komputer yang bisa digunakan untuk mengakses internet 24 jam non-stop. Inilah area terfavorit bagi kami semua, hingga rela mengantri hanya untuk dapat melihat halaman facebook pada saat sedang di atas laut. Area kedua adalah area LAN terbatas. Di sinilah tempat belajar untuk saling mengakses materi-materi pelajaran yang telah disalin oleh para instruksi ke jaringan LAN tersebut. Terdapat 30 laptop Lenovo di area ini yang saling terhubung jaringan LAN. Area ketiga adalah area terbatas INTRAMAR. Terhubung dengan jaringan Angkatan Laut Perancis, digunakan Kadet Perancis untuk mengakses website EAOM dan juga email internal mereka. Tersedia sepuluh laptop, hanya dapat digunakan oleh Kadet Perancis, kecuali satu komputer untuk siswa asing yang sudah dimodifikasi aksesnya. Area keempat adalah area rahasia, hanya dapat diakses oleh mereka yang berkewarganegaraan Perancis, tertutup di sebuah bilik kecil, sehingga saya tidak mengetahui berapa jumlah laptop di dalamnya. Selain laptop, kami juga dilengkapi dengan sebuah mesin printer laser besar yang dapat diakses oleh siapapun juga, yang terhubung dengan seluruh laptop dan komputer yang terdapat di ruangan tersebut. Mantap, kan fasilitasnya ?
Kembali ke soal quiz, akhirnya tibalah juga saat yang ditunggu-tunggu. Target saya waktu itu adalah hanya mengerjakan sebaik mungkin sebisa saya. Pelaksanaan ujian dilaksanakan per grup yang terdiri dari sekitar 15 orang secara bersamaan di kelas yang berbeda. Selama quiz yang saya saksikan adalah luar biasa bagi saya. Tidak ada diskusi, tidak ada tanya jawab antar peserta ujian ! Benar-benar hening, walaupun yang menjaga ujian “hanya” seorang bintara. Mereka hanya berpikir tentang diri mereka, tidak ada yang namanya gotong royong, tidak ada yang namanya kekeluargaan. Karena saya yakin betul soal yang keluar tidaklah mudah, bahkan bagi mereka sekali pun. Biar pun begitu tidak terlihat sedikit pun usaha untuk melirik ke teman sebelah walaupun kami hanya terpisah setengah meter dari teman sebelah kami.
Sungguh hebat. Dengan beban harus mendapatkan nilai baik untuk nilai akhir pendidikan mereka, mereka tidak terpancing untuk melakukan hal-hal yang “memalukan”. Dan akhirnya, kami-kami yang berasal dari budaya yang “berbeda” dari mereka dalam soal ujian, berhasil mereka pengaruhi untuk mengikuti cara mereka mengerjakan sebuah ujian. Salut !
Jadi teringat film Bollywood yang berjudul 3 idiots. Cerita tentang seorang jenius yang tidak memikirkan nilai yang didapat, penuh masalah dengan dosen “killer”nya yang bernama Virus, namun akhirnya berhasil menjadi nomor satu dan mendapatkan bolpoin astronot dari dosennya tersebut. Bolpen tersebut konon hanya akan diberikan kepada mahasiswa yang benar-benar luar biasa. Dan, konon selama 20 tahun menjadi dosen, belum pernah Virus menemukan mahasiswa yang pantas untuk mendapatkan bolpoin keramat itu. Sebelum akhirnya dia benar-benar menyerahkannya pada seorang mahasiswa bebal namun jenius, yang tidak pernah memikirkan nilai, hanya ilmu, ilmu dan ilmu.
Moral, kunci untuk memajukan sebuah bangsa. Selain moral yang berkaitan dengan hal-hal "tanda petik", kejujuran juga memegang peranan penting. Karena dengan jujur kita akan berusaha bersaing dengan sportif. Dan persaingan yang sportif akan membawa kemajuan yang benar-benar. Memang tidak gampang untuk  mengubah mental yang sudah mendarah daging. Namun, asal ada kemauan, kita pasti akan bisa berubah. Jangan pernah takut untuk menjadi berbeda dari yang lain, ose la différence, asal berbeda untuk hal baik. Paling dekat dapat kita mulai dengan membina anak-anak kita. Semoga saya nanti tidak pernah menuntut nilai sekolah yang baik dari anak saya. Kejujuran adalah nomor satu, syukur-syukur kalau dibarengi dengan nilai yang bagus.
Sekian dari saya,  yang menulis cerita ini ditemani oleh lagu-lagu dari Mr. Big dari album What if… ditulis waktu sandar di kepulauan La Reunion, salah satu pulau « jajahan » Perancis.
Salam kejujuran !