mercredi 22 février 2012

Dinding tebal itu bernama bahasa


Toulon.

Kata orang bahasa Perancis adalah bahasa yang romantis. Hal itu lah yang membuat diri saya, tiga tahun yang lalu, ingin mengenal sedikit yang namanya bahasa Perancis. Sebenarnya keinginan mempelajarinya sudah ada sejak masa Kadet di AAL dulu, yang saya wujudkan dengan mengikuti Yanus Bahasa Perancis di AAL yang dilaksanakan seminggu dua kali. Yanus adalah ekstrakurikuler, istilah di lingkungan Angkatan Laut. Lepas dari AAL saya berdinas di kapal, sebagai seorang perwira remaja. Menjadi seorang perwira remaja tidaklah mudah karena kami harus belajar banyak tentang kapal, yang bagi kami adalah hal baru pada waktu itu. Belajar memimpin anak buah yang umurnya jauh lebih tua dan mempunyai lebih banyak pengalaman adalah tantangan tersendiri.

Hal itu lah yang menghalangi saya untuk belajar bahasa Perancis pada tahun 2007 – 2009. Namun, ketika masa perwira remaja (atau perwira paling junior) di kapal sudah lewat, tepatnya tahun 2009, saya memberanikan diri untuk mendaftar kursus bahasa Perancis di CCCL Surabaya. Pada saat itu juga ada unsur gambling, karena sebagai perwira KRI, sewaktu-waktu saya bisa saja ditugaskan untuk berlayar, yang membuat saya harus meninggalkan kursus saya.  Namun, selama enam bulan kapal saya tidak bergerak, selama itu pula saya belajar di CCCL. Hanya sempat sampai level Débutant B saya harus meninggalkan kursus yang saya cintai itu.

Tahun 2010 saya berkesempatan untuk mengikuti Kursus Intensif Bahasa Perancis (atau yang biasa disebut KIBA Perancis) di Pusdiklat Bahasa Kemhan Jakarta. Di sana saya mengulang lagi pelajaran yang pernah saya dapat di CCCL karena kebetulah metode yang digunakan sama. Kursus kali ini sangat berbeda karena merupakan kursus intensif, di mana selama lima bulan kami setiap hari belajar bahasa, dari pagi hingga siang. Sebagai ilustrasi, selama mengikuti KIBA saya sudah menghabiskan ¾ buku Echo, yang berarti sama dengan tiga level yang harus ditempuh selama 9 bulan kalau saya mengikuti kursus regular di CCCL. Echo adalah nama buku yang digunakan, baik di CCCL maupun di Pusdiklat Bahasa pada waktu itu.

Setelah itu Allah menakdirkan saya untuk belajar di India selama tujuh bulan.  Di sana bahasa Inggris menjadi bahasa pengantar yang menjadikan saya semakin menjauh dari bahasa Perancis. Ada sih teman dari Mauritius yang berbahasa Perancis, namun karena tidak sekelas maka saya jarang memanfaatkan untuk memperlancar bahasa Perancis. Satu-satunya cara untuk menjaga bahasa Perancis dengan adalah mengatur bahasa di laptop dan blackberry saya menjadi bahasa Perancis. Hal ini juga saya lakukan di facebook, skype dan yahoo messenger saya.

Dua tahun berlalu sejak saya menamatkan kursus saya di Kemhan, saya mendapat rejeki untuk melaksanakan tugas belajar di Perancis. Berbekal bahasa Perancis yang saya ingat dari laptop dan blackberry saya melaksanakan tes dan Alhamdulillah lulus. Senang rasanya karena sebenarnya saya hamper saja melupakan mimpi saya yang satu ini sejak pergi ke India, namun agak cemas karena bahasa Perancis saya lupa-lupa ingat. Orang bilang ini nekat.

Benar yang  saya khawatirkan terjadi. Sudah tiga minggu di Perancis, bahasa menjadi salah satu kendala yang masih saya rasakan. Masih ingat di memori saya, pelajaran pertama saya di kelas serasa pelajaran tercepat yang pernah saya ikuti. Karena pada saat itu otak saya hanya berpikir “apa sih maksudnya dosen saya ini ?” Tak sadar waktu pelajaran sudah usai dan saya tidak mendapat apa-apa saat itu, hanya dahi yang berkerut penuh ketidakpahaman. Susah memang kalau harus dipaksakan untuk mengerti seratus persen.
Sengaja tak sengaja, bahasa juga menjadi salah satu faktor penghambat sosialisasi. Jarang saya alami bisa mengobrol lepas, tertawa, bercanda bersama teman-teman saya. Semua itu karena kendala bahasa. Tidak seperti di India, kami bisa bertindak layaknya teman walaupun kami berbeda bahasa ibu, hal ini karena bahasa Inggris yang saya kuasai lebih baik dari bahasa Perancis. Namun mungkin itu semua karena baru tiga minggu kami bersama. Seiring berjalannya waktu pasti semuanya jadi lebih baik.

Dulu pernah punya pengalaman berlayar bersama kapal layar Swedia selama satu bulan. Selama satu bulan itu pula saya sia-siakan waktu saya untuk belajar bahasa. Hasilnya, begitu turun dari kapal, tidak ada kemajuan berarti dalam bahasa Inggris. Semoga hal itu tidak terjadi lagi di sini. Hanya masalah mengubah perilaku otak kiri menjadi otak kanan. Yah, saya memang orang yang cenderung menggunakan otak kiri lebih banyak daripada otak kanan. Susah bersosialisasi adalah salah satunya. Satu-satunya cara untuk menjadi lebih cepat beradaptasi adalah bergaul sesering mungkin. Dengan banyak bicara semoga kendala bahasa dapat teratasi, dan kendala dalam menerima pelajaran tidak ada lagi.

Aucun commentaire:

Enregistrer un commentaire