Laut Merah,
geladak Georges Leygues.
“ Bonsoir à tous, Enseigne de
Vaisseau Andromeda pour le quart 18h à 20h comme l’OQO en double.
Activité à venir, il y aura un TP MM
à 18h et le TRAPAX à 19h30. La condition météo, la visibilité est mauvaise, 2
nautiques. La situation surface est clair, le Dixmude est à notre derrière 3
nautiques. Poursuiteur, je vous demande de reporter le CPA et les informations
outils à la passerelle.
On passe en danger surface blanc,
tir interdit. Toutes les armes sont repos.
Je vous demande de me rendre compte
des réglages de vos senseurs et des fréquences veillés dans l’ordres la
GE, l’OAD, l’O-INFO et le Poursuiteur.
Bon quart à tous.”
Begitulah rutinitas pertama yang kami lakukan selaku perwira jaga PIT
(Pusat Informasi Tempur), mengawali penjagaan selama dua atau empat jam di
kotak hitam yang mereka sebut CO (Central
Opération) itu. Selama waktu itu pula saya selalu melaksanakan latihan
simulasi peperangan, duduk di depan layar monitor dan melaporkan kontak-kontak
yang muncul di layar. Tak jarang pula latihan diakhiri dengan simulasi
penembakan Exocet MM-38 ataupun Crotale. Sesuatu yang mudah sebenarnya karena
semua teori sudah saya pelajari, namun tak jarang menjadi sesuatu yang kompleks
karena situasi yang disimulasikan berkembang dengan cepat dan kami dituntut
untuk berpikir dengan cepat juga, antara melaksanakan identifikasi, mengirim
laporan ke Komandan peperangan, ataupun memikirkan keselamatan kapal dengan melaksanakan
aksi-aksi auto-defense.
Di kapal
bernomor lambung D-640 ini saya juga melaksanakan jaga di anjungan. Sesuatu
yang mudah juga karena saya sudah melaksanakan jaga seperti ini ratusan kali.
Namun menjadi mengerikan apabila ada telepon bordering dan harus melaksanakan
koordinasi dengan ruang mesin ataupun yang lainnya. Apalagi kalau bukan masalah
bahasa. Namun pelan tapi pasti, seluruh kengerian itu hilang dengan sendirinya.
Mungkin ini yang
disebut kualat. Dua tahun yang lalu,
2010 tepatnya, saya sebagai Panagi KRI Teluk Banten-516, ketempatan puluhan
Pasis AAL yang melaksanakan latihan SEAAC. Saat itu ujian demi ujian saya
berikan kepada adik-adik saya calon pelaut agar mereka semua cakap sebagai paga
laut di KRI. Siapa yang menyangka kalau sekarang saya melaksanakan hal yang
sama seperti mereka jalani di Teluk Banten, dengan situasi yang berbeda
tentunya.
Seminggu di
George Leygues, saya merasakan yang namanya terusan Suez untuk kedua kalinya
dalam hidup. Setelah itu melewati Laut Merah untuk menuju ke Djibouti. Yang
saya rasakan di Georges Leygues ini, situasi di kapal seperti layaknya sebuah
kapal perang sesungguhnya. Selama melaksanakan transit di terusan Suez, kapal
berada dalam Status Kewaspadaan tingkat 2 Asimetrik, yang berarti setengah
kekuatan penjagaan harus standby,
baik di anjungan maupun di PIT. Begitu pula waktu mendekati daerah Operasi
AntiPerompakan Atalanta, lagi-lagi Status Kewaspadaan tingkat 2 dijalankan.
Selain itu,
setiap hari kapal melaksanakan latihan bersama Dixmude. Latihannya bervariasi, mulai
dari latihan penembakan, simulasi peperangan, sampai penerbangan. Namun yang
rutin adalah melaksanakan latihan manuver Pembekalan di Laut. Latihan manuver
ini dilaksanakan berulang kali selama empat jam, dan para siswa digilir untuk
merasakan bagaimana rasanya menjalankan kapal pada saat latihan pembekalan di
laut. Kalau cuaca bagus, pasti dilaksanakan latihan penerbangan heli. Dengan
adanya BPC Dixmude yang mempunyai kemampuan mengangkut maksimal 16 helikopter,
tak sulit latihan ini dijalankan. Mulai dari touch and go, VERTREP hingga foto kapal dilaksankan oleh Gugus
Tugas Mission Jeanne d’Arc ini.
Dengan banyaknya penerbangan yang dilakukan, baik siang maupun malam, sudah tak
terhitung berapa bahan bakar yang terbuang. Begini rupanya caranya
negara-negara kaya dalam menyiapkan kesiagaan Angkatan Perangnya.
Mental, itu
kuncinya. Selama seminggu pelayaran bersama George Leygues saya melihat dengan
mata kepala sendiri bagaimana mental orang Perancis. Tidak pernah terlihat
wajah mengeluh karena harus melaksanakan Status Kewaspadaan tingkat 2, selalu
terlihat bersemangat walaupun latihan RAS dilaksanakan setiap hari, yang
berarti diulang-ulang begitu-begitu saja. Dan mental ini terlihat dari semua
orang, baik Komandan, perwira kapal, ABK maupun teman-teman saya siswa tingkat
akhir Ecole Navale.
Selama
pelaksanaan latihan, Komandan selalu terlihat mengikuti, baik berada di
anjungan maupun di PIT. Bahkan untuk latihan intern sekelas latihan kebakaran,
Komandan terlihat serius mengikuti laporan perkembangan situasi terakhir yang
dilaksanakan oleh perwira pengendali PEK. Perwira kapal pun begitu, para Paga
anjungan maupun Paga PIT selalu memberikan kepercayaan seratus persen kepada
siswa dalam melaksanakan tugasnya. Dengan tetap memberikan supervisi seperlunya
tentunya. Setiap selesai latihan peperangan di PIT kami selalu diberikan
briefing tentang pelaksanaan latihan yang baru selesai kami laksanakan.
Dari sisi siswa, ruang Richilieu (ruang
belajar perwira siswa) selalu terlihat penuh sesak. Delapan
buah komputer yang tersedia selalu penuh orang, sehingga menyulitkan saya untuk
mengakses email. Sebelum jaga wajib hukumnya mempersiapkan diri, dan ini murni
dari kesadaran, karena benar-benar tidak ada perwira kapal yang mengarahkan.
Hukuman-hukuman tidak dikenal di sini, yang ada adalah ancaman tidak lulus,
yang pastinya jauh lebih mengerikan.
Selama belajar
di Angkatan Laut Perancis, belum pernah saya menyaksikan peta wilayah Perancis
dipajang di dinding-dinding. Semua peta yang ditempel di dinding, termasuk
dinding besi George Leygues ini adalah peta dunia ! Sekali lagi ini bicara masalah mindset. Suatu saat nanti, seharusnya
bangsaku seperti ini. Sebuah bangsa yang besar, yang
tidak hanya besar wilayahnya, namun besar dalam arti seluruhnya. Dengan luas
wilayah yang jauh lebih besar daripada Perancis, sudah sepantasnya Negara ini
diperkuat oleh Armada Laut yang besar pula. Yang artinya dibutuhkan juga ribuan
jenius untuk mengawaki mesin-mesin perang itu nantinya. Semoga di saat itu saya
masih bisa bernafas, untuk menyaksikan kejayaan negeri ini yang telah lama
tertidur.
Amin.
Aucun commentaire:
Enregistrer un commentaire