vendredi 16 mars 2012

Hujan terakhir di Beirut

Beirut, Libanon.

Hari itu, hari Jumat, hari terakhir escale Beirut. Tidak seperti hari sebelumnya yang tidak ada pesiar, hari itu dibalas kontan : Pesiar dari jam 6 pagi, tidak ada apel, tidak ada pengarahan ! Bangun pagi, diri ini langsung sholat shubuh, langsung sarapan, dan langsung berangkat pesiar ! tanpa mandi !

Hari ini rencana menuntaskan to-do list yang belum tertuntaskan. Tujuan pertama adalah ke kantor pos. Di sana membeli perangko dan mengeposkan kartu pos saya. Rupanya Beirut akrab dengan yang namanya hujan, keluar dari kantor pos langsung disambut dengan hujan rintik-rintik yang semakin menambah dinginnya kota. Untuk mengirim kartu pos dari Beirut ke Indonesia, perangko yang digunakan senilai 2000 LL atau kurang lebih Rp. 12000. Entah kapan kartu pos itu sampai ke Indonesia karena kartu pos yang saya kirim dari Toulon sampai sekarang belum sampai juga.

Dari kantor pos langsung meluncur ke City Mall, apalagi kalau bukan untuk mencari sekarton popmie. Yah, mie instan adalah makanan wajib buat pelaut Indonesia. Tidak sehat memang, namun tradisi itu sulit untuk dihilangkan. Untuk menuju ke City Mall saya harus berjalan kembali ke arah pelabuhan untuk menunggu lewatan bus. Setelah lima belas menit menunggu lewatlah kendaraan umum yang saya nantikan. Sebenarnya bus ini tak bisa disebut bus karena bentuknya adalah minibus. Untuk ke tempat yang saya maksud, saya harus melaksanakan oper, turun di daerah bernama Dora, lanjut dengan kendaraan yang lebih besar, meluncur ke City Mall.

Tiba di mall, langsung menuju ke supermarket. Observasi tempat sesaat, langsung menemukan target yang dicari. Namun saat itu waktu tidak memungkinkan untuk melanjutkan berbelanja karena saya harus ke masjid untuk melaksanakan sholat Jumat. Karena di Libanon, saya kira mudah untuk menemukan masjid. Ternyata di sini tidak seperti di Indonesia. Di mall tidak ada yang namanya sholat jumat berjamaah, dan tidak ada masjid di dekat sana. Satu-satunya masjid yang ada adalah di daerah downtown, tempat di mana saya mengirim kartu pos saya. Akhirnya saya harus kembali ke downtown, naik angkutan umum yang sama, oper di tempat yang sama, untuk menuju masjid.

Di bis yang kedua saya tadinya duduk di belakang, namun ada wanita yang memanggil saya untuk duduk di depan di sebelahnya setelah mendengar saya menanyakan downtown kepada pak sopir. Segeralah saya berpindah di depan. Wajah wanita itu wajah cina keturunan, saya pikir orang Indonesia. Namun setelah saya dekati dia bercakap dengan bahasa yang saya tidak paham. Ternyata dia dari Philiphina, dan dia menyangka saya dari negaranya juga. Namun paling tidak ada orang yang bisa diajak berbicara karena sejak dari tadi sangat sulit menemukan orang yang bisa berbahasa Inggris atau pun Perancis. Selama perjalanan dia menjelaskan kalau hendak pergi ke warnet ada di daerah Hamra. Untuk ke sana harus naik taksi. Namun ternyata, kata dia, kalau naik taksi harus bilang "service" kalau ingin mendapatkan harga yang murah. Biasanya sang sopir akan menanyakan "taksi" atau "service" ? Taksi artinya mobil itu akan menjadi "milik" kita sepenuhnya hingga tiba di tempat tujuan. Sedangkan "service" artinya kita bisa berbagi dengan penumpang lain yang nantinya akan ditemui selama perjalanan. Harganya cukup miring, bisa seperlimanya.


Sampai di masjid ternyata masih terlalu awal. Namun mending terlalu awal daripada terlambat. Sambil menunggu, saya foto-foto karena kebetulan masjidnya cukup megah. Arsitekturnya cukup indah. Sayangnya saya lupa untuk menanyakan nama masjid berkhubah biru itu.

Selesai sholat Jumat saya segera meluncur kembali ke daerah City Mall untuk berburu popmie. Namun sayangnya kali ini saya tersesat ! Saya salah mengulang jalan saya datang ke masjid tadi. Saya menyusuri pantai kurang lebih selama 20 menit sebelum akhirnya menemukan angkutan umum yang membawa saya ke Dora. Segeralah saya naik untuk pergi ke Dora dengan misi menemukan warnet untuk berskype dengan istri tercinta. Di sana beruntung bertemu dengan seorang Syria yang dengan sukarela menunjukkan tempat warnet. Setibanya di warnet ternyata masih ada waktu setengah jam dari waktu janjian kami. Dan, kebetulan lagi, tepat di sebelah warnet itu ada restoran philiphina. Tanpa berpikir panjang saya masuk ke resto tersebut untuk kemudian memesan seporsi cumi-cumi asam manis. Sungguh, rasanya mampu sebagai obat pengusir rindu terhadap masakan Indonesia.

Lepas itu segera ke City Mall untuk kemudian berbelanja popmie dua karton. Dua karton yang nantinya akan digunakan selama empat bulan. Di sana tak berlama-lama karena saya harus segera kembali ke kapal untuk melaksanakan perpindahan kapal. Ya, untuk etape selanjutnya, saya harus onboard di George Leygues, Frigate antikapal selam Perancis. Sebuah kapal tua namun masih cukup mempunyai taring yang tajam. Di sini saya benar-benar merasa sebagai seorang tentara angkatan laut. Ruangannya sempit-sempit, tidak seperti di Dixmude yang hidup bagaikan di hotel.

Mungkin selama etape kedua tidak akan ada update blog ini lagi karena di George Leygues tidak ada fasilitas internet secanggih di Dixmude. Hanya ada email, itu pun memakai akun khusus dari kapal.

Selamat tinggal Beirut, sampai jumpa kembali di Djibouti.

 

Aucun commentaire:

Enregistrer un commentaire