vendredi 2 mars 2012

Kartu pos dan kantor pos

Toulon

Kartu pos adalah benda yang tak lazim buat saya. Belum pernah seumur hidup saya mengirim atau menerima kartu pos. Apalagi di jaman sekarang, di mana arus komunikasi menjadi sangat-sangat mudah. Tinggal ceklik saja, apa-apa yang mau kita kirim bisa sampai dalam sekejap dengan internet. Sudah cepat, murah lagi.

Kenapa tiba-tiba saya berminat mengirim kartu pos ? Ini semua gara-gara Pascale. Dia berpesan kepada saya agar mengiriminya kartu pos di setiap negara yang saya singgahi. Karena dia mengoleksi kartu pos dari bermacam-macam daerah dan negara katanya. Teranglah saya sanggupi permintaannya, karena mengirim kartu pos bukanlah hal yang memberatkan.

Ketika jalan-jalan di le Port, Toulon, sampailah saya di kios yang menjual kartu pos. Belilah saya dua buah kartu pos yang akan saya kirim ke istri tercinta dan Pascale. Sepertinya asyik juga kalau saya memulai hobi baru ini, berkirim kartu pos. Terkadang cara-cara lama asyik dilakukan di masa sekarang, termasuk berkirim kartu pos seperti yang saya lakukan ini. Ditambah lagi, kartu pos yang terkirim bisa untuk tambahan koleksi. Apalagi nantinya saya akan berkeliling ke sembilan (atau sepuluh) Negara.

La Poste, Toulon
Setelah membeli, pergilah saya ke kantor pos terdekat yang terletak tak jauh dari l’Arsenal, tempat di mana saya tinggal. Sebenarnya ini kedua kalinya saya ke kantor pos ini setelah sebelumnya mengirim kado untuk teman baik saya di Brest. Masih ingat saya ketika pertama kali masuk ke dalam kantor pos ini. Bingung, tolah-toleh, walaupun akhirnya berhasil juga mengirim paket ke Brest. Yang kedua ini ternyata saya masih tolah-toleh juga, karena caranya tidak sama dengan mengirim paket.

Yang pertama saya bingung adalah perangko, ya.. perangko ! Menjadi masalah besar karena di sana tidak ada yang bisa ditanya. Tidak ada yang namanya informasi atau resepsionis. Kalau mau menemui dan bertanya ke petugas ya harus mengantri. Beginilah di Perancis, sedikit sekali karyawan yang mengurusi pekerjaan tidak penting, salah satunya adalah masalah gaji tenaga kerja yang mahal. Mengantrilah saya di antrian yang sama ketika saya mengirim paket dulu.

“Bukan begini caranya, harus membeli perangko,” bisik hati saya. Saya pun keluar antrian dan menuju ke tempat penjualan perangko yang ternyata adalah perangko untuk koleksi. Di sana saya bertemu dengan seorang bapak yang ternyata adalah penghobi filateli. Disarankanlah saya untuk membeli perangko koleksi seharga 7.20 euro. Saya ambil perangko itu, dan kembali masuk antrian, mulai lagi dari belakang tentunya. Ketika itu saya melihat seorang ibu menggunakan sebuah mesin berwarna kuning untuk membeli amplop yang sudah siap kirim.

Keluarlah saya sekali lagi dari antrian untuk menuju ke ibu tadi. Bertanya saya padanya bagaimana cara mengirim kartu pos ke luar negeri. Ibu itu dengan ramah mengajari saya menggunakan mesin itu. Kartu pos saya ditaruh di atas mesin yang ternyata timbangan, setelah itu memilih Negara tujuan dan keluarlah tarif kirimnya. Tampak di layar 0.89 euro. Begitu akan mengklik pilihan confirmer, saya kembali ragu. Karena nantinya yang keluar adalah amplop dan bukan perangko ! Bukan kartu pos namanya kalau dibungkus dalam amplop.

Mesin perangko
Kembalilah saya masuk ke antrian untuk ketiga kalinya. Kali ini saya bulatkan tekad saya untuk bertemu dengan petugas, bertanya kepadanya bagaimana cara mengirim kartu pos ke Indonesia. Satu, dua, tiga orang di depan saya telah selesai hingga tiba giliran saya berada paling depan. Bertanyalah saya padanya, dia pun membuka katalog dan mencari biaya kirim surat ke Indonesia. Untuk surat dengan berat kurang dari 20 gram ongkos kirimnya adalah 0.89 euro, sama persis dengan di mesin tadi. Itu artinya saya harus membeli perangko dan menempelkan dua buah perangko di kartu pos saya. Dan, perangko itu bisa perangko koleksi ataupun perangko biasa yang bisa dibeli di mesin kuning tadi.

Mesin penukar uang logam

Keluarlah saya dari antrian untuk kesekian kalinya dan yang terakhir kalinya untuk menuju ke mesin kuning. Ada pilihan membeli perangko hijau (le timbre vert), sepuluh perangko seharga 5.20 euro. Lebih murah tentunya dari perangko koleksi yang seharga 7.20 euro. Masalah baru timbul karena untuk menebus perangko saya harus menggunakan uang logam yang dimasukkan ke dalam mesin tadi. Sedangkan saya tidak mempunyai uang logam sebanyak itu. Beruntung saya bertemu pria kolektor perangko tadi. Dengan diantar olehnya, saya pergi ke sebuah mesin lain di ruangan lain yang ternyata adalah mesin penukar uang kertas ke uang logam. Voilà, begini toh caranya…. Sebagai rasa terima kasih, saya janji kepada bapak tadi untuk mengirimi perangko Indonesia sepulang saya ke Indonesia bulan Juli nanti.

Saya masukkan logam demi logam ke dalam mesin pembeli perangko tadi dan menerima perangko hijau lengkap dengan kembalian saya. Saya tempel dua perangko untuk kartu pos istri saya dan satu perangko untuk kartu pos Pascale. Segera saya benamkan dua kartu pos perdana saya tadi ke kotak pos kuning yang berada tepat di luar kartu pos.

Selesai urusan, menuju ke urusan selanjutnya, Sholat Jumat !

NB :
Kalau ada yang mau berkirim kartu pos ke saya, alamat saya sampai tanggal 25 Juli 2012 ada di :
EV1 Androméda CIPTADI
Groupement École EAOM
BPC Dixmude 00 380 ARMÉES
France

Ditunggu.

1 commentaire:

  1. kbetulan sya pribadi sangat senang dngan kartu pos, klo bsok2 ada waktu mohon d'kirim buat saya juga pak hehehe... briku alamat saya (anak muda 21thn-mahasiswa)

    Julung Wikancahyo
    jl. perumnas gorongan V 181
    Condong Catur Sleman Yogyakarta 55283
    Indonesia

    almat FB sya
    https://www.facebook.com/aiseetrus

    RépondreSupprimer